- Back to Home »
- Cerpen »
- Dia Telah Pergi
Jam weker ku berbunyi sangat nyaring, membangunkan aku dari tidurku
yang nyenyak. Aku tersadar hari sudah pagi, dan aku pun segara ke kamar
mandi untuk mengambil air wudhu dan segera menunaikan sholat subuh. Hari
ini adalah hari ke 70 aku sekolah SMP. Dengan hati yang gembira, aku
memasuki gerbang sekolahku, ya aku senang sekolah disini.
Pada saat di kelas, guru meminta tolong kepada sekretaris untuk
membawakan buku tulis yang kami kumpulkan tadi, yang dimaksud sekretaris
itu adalah aku, aku menjabat sebagai sekretaris di kelas ku. Seperti
biasa, aku membawa buku-buku itu ke kantor guru. saat di depan
perpustakaan, tiba-tiba ada seorang lelaki yang menabrak ku, hingga
buku-buku yang ku bawa pun berjatuhan.
“aduh buku-buku ku” kataku khawatir dengan buku teman-teman ku
“maaf ya, sini aku bantu beresin buku nya”
Hening… tangannya tepat pada punggung tanganku, kita saling menatap sejenak.
“kelihatannya lelaki ini baik, cakep lagi” kataku dalam hati
Aku segera beranjak bangun dan membereskan buku-buku itu.
“hmmm maaf ya aku jalan gak hati-hati” kata lelaki yang tak ku kenal itu
“iya gak apa-apa kok, aku juga yang salah”
“sini biar aku bantu bawa buku nya”
“engga gak usah! Aku bisa sendiri kok” kata ku sambil menjauhkan buku-buku itu darinya
“ah gak apa-apa, masa sih aku tega biarin cewek secantik kamu bawa buku
sebanyak ini” dia memaksa sambil membawa setengah dari buku-buku yang
aku bawa
“ah bisa aja, makasih ya” kataku sambil menatap nya penuh dengan senyuman
Setelah selesai menyimpan buku-buku itu di ruang guru, Lalu aku dan
dia berjalan menuju kelas ku, aku belum tahu namanya bahkan aku belum
pernah lihat dia semenjak Masa orientasi siswa (MOPD).
“kamu kelas 7G kan?” dia mengagetkanku karena dia tahu kelasku
“iya, kok tahu sih?” dengan wajah penasaran
“ya tahu dong, aku gitu” membuatku penasaran seakan-akan dia memperhatikan aku
“emang kamu kelas apa?” tanyaku makin penasaran
“oh iya kenalin nama ku Dava gilang yanuar, panggil nya Dava aja!”
“oh Dava… nama ku Resti Suc…”
“iya aku udah tahu nama kamu kok” dia memotong pembicaraanku dan membuat aku kaget karena dia udah tau nama ku
Semenjak kejadian itu, aku dan dia semakin dekat. Dia sering ke kelas ku untuk mengajak aku ke kantin atau apalah.
Hari-hari berlalu, aku dan dava semakin dekat, sampai suati hari dava
menyatakan perasaannya padaku, bahwa dava mencintaiku sejak pertama
kali dava bertemu aku, tapi dava baru berani menyatakan cintanya hari
itu, karena sebenarnya aku pun sama, jatuh cinta padanya sejak pertama
kali aku bertemu dia. Maka aku terima cintanya itu, dan pada hari itu
juga kita jadian.
Setiap hari aku selalu bersamanya, hari-hariku aku lewati bersamanya,
suka duka, canda tawa aku lewati semua itu bersamanya. Aku sangat
mencintainya, sampai-sampai aku berfikir aku tak mau kehilangan dia.
Tapi ada yang selalu aku tanyakan, tangan dia selalu dingin dan selalu
basah dengan keringat, dia sering mimisan dan pingsan, ekspresi wajah
dia selalu suntuk, dan gak aneh lagi kalo dia jarang masuk sekolah
karena sakit, Pantes aja aku belum pernah liat dia, ternyata dia jarang
sekolah. Aku selalu bertanya padanya “kamu kenapa? Apa yang kamu
rasakan? Apa yang terjadi? Ceritakan padaku!” Tapi dia selalu menjawab
“aku tidak apa-apa, aku hanya kecapean aja”. Dan setiap aku tanya
tentang itu, jawaban dia selalu tidak apa-apa dan dia selalu mengalihkan
pembicaraan.
Pada saat itu, aku dan dava sedang ngobrol di taman favorit kita
berdua, dan tiba-tiba dava pingsan, aku panik, aku langsung menelphone
mamanya dan membawa dava ke rumah sakit, dan ternyata setelah diperiksa,
dava harus dirawat di rumah sakit sampai dava pulih kembali. Aku
khawatir terjadi sesuatu pada dava. Setiap sepulang sekolah aku selalu
menjenguknya ke rumah sakit, tapi pada hari terakhir dava dirawat, aku
tak menjenguknya, aku tak mengunjungi dia ke rumah sakit karena aku
harus menyelesaikan tugas-tugas sekolah aku yang numpuk dan harus
selesai besoknya.
Setelah dava pulih dari sakitnya dan sudah keluar dari rumah sakit,
dava harus mulai sekolah lagi dan harus mengejar pelajaran yang
ketinggalan saat dava di rawat di rumah sakit itu. Dan beberapa hari itu
aku dan dava tidak bertemu lama, karena aku dan dava sedang sibuk
mengerjakan tugas sekolah masing-masing, aku bertemu dengan dava saat
istirahat sekolah saja.
Pada hari itu, aku dan dava akan mengerjakan tugas yang sama di
rumahnya dava sepulang sekolah, sebelum mulai mengerjakan tugas, dava
mandi dulu karena habis olahraga tadi di sekolah, dan aku di suruh diam
di ruang tamu nungguin sampai dava selesai mandi. Tiba-tiba mama nya
dava menghampiri ku, dan mamanya cerita panjang lebar padaku tentang
dava. “sebenarnya dava mempunyai penyakit leukimia dan lemah jantung,
dan sekarang penyakit itu semakin parah. Sebelum dava kenal sama aku,
dia gak mau berobat sekalipun, dava tak punya gairah hidup, yang
dilakukan dava hanya mengurung diri di kamar, dan dava jarang sekali
berbicara. Tapi setelah dava kenal sama aku, dava jadi berubah, dava mau
berobat, mau beraktifitas, gak diam terus di kamar, sekarang dava mau
berbicara panjang lebar, sekarang dava mempunyai gairah hidup lagi, tak
seperti dulu. Dava gak mau menceritakan penyakitnya ke aku karena dia
gak mau aku sedih mengetahui penyakitnya itu, dia gak mau aku menderita
gara-gara dia. Dan aku harus pura-pura tidak tahu tentang semua
penyakitnya itu.” kata mamanya dava jelas. Mendengar semua itu aku
langsung shock! Aku gak percaya, ternyata selama ini dia gak mau cerita
karena dia gak mau aku sedih, aku menderita gara-gara dia, tenyata dava
sok kuat di depan aku, tapi di belakang aku dava kesakitan.
Beberapa hari berlalu, aku menuruti apa kata mama nya, aku pura-pura
tidak tahu tentang penyakitnya itu walaupun di dalam hati aku menangis
mengkhawatirkan dava.
Saat itu, aku merasa ada yang aneh dalam hatiku, satu hari itu aku
ingin selalu bersamanya, entah apa yang terjadi, hatiku merasa hari itu
aku harus bersama dava, aku harus menemani dava, entah apa yang akan
terjadi.
Hari itu benar-benar hari aku bersama dava, aku pergi ke taman
favorit aku dan dava. Saat asik-asik nya aku memperhatikan
bintang-bintang di atas langit, tiba-tiba “sayang, maafin aku ya karena
aku bukan yang terbaik buat kamu, aku selalu ngerepotin kamu, aku selalu
bikin kamu susah, aku gak bisa membahagiakan kamu, dan aku…” kata-kata
dava terhenti setelah telunjuk ku mendarat di bibir dava
“ssssttt sayang, jangan bilang gitu, aku gak pernah sedikit pun merasa
direpotin, malah aku yang selalu nyusahin kamu, aku selalu manja sama
kamu, selama aku di sisi kamu, aku bahagia kok sayang, asal aku terus
bersama kamu”
“makasih sayang, aku sayang kamu” dava mencium kening ku
Dan aku balas ciumannya dengan pelukan, tiba-tiba dava melepas
pelukanku, “sayang jika aku pergi, kamu jangan sedih ya! Kamu harus cari
pengganti aku yang bisa jaga kamu, yang lebih baik dari aku, kamu
jangan…”
“bicara apa sih kamu dav, jangan gitu! Kamu gak akan pergi, kamu akan
terus bersamaku disini, ngejaga aku, nemenin aku, kita akan terus
bersama sayang” aku memotong pembicaraan dava, karena aku khawatir, aku
takut mendengarkan semua kata-kata yang diucapkan dava. Kenapa dava
tiba-tiba bicara seperti itu, aku takut.
Setibanya di rumah, aku langsung menuju kasur dan tiduran, aku tak
bisa tidur, aku terus memikirkan perkataan dava tadi. Dan keesokan
harinya, tepat pukul 06.15 mamanya dava menelephone aku dan memberi
kabar bahwa dava meninggal. innalillahi wainna ilaihi rojiun. Mendengar
semua itu aku langsung shock, nangis dan aku langsung buru-buru ke
rumahnya untuk mengetahui apa benar semua itu, sebab aku masih tak
percaya akan semua itu, aku tak percaya bahwa orang yang selama ini
bersamaku pergi begitu saja dan tak akan pernah kembali lagi ke sisiku,
dan baru tadi malam aku bersamanya.
Setelah aku sampai di rumahnya, ternyata benar, di depan rumahnya
sudah ada bendera kuning dan sudah banyak orang yang melayat. Aku
semakin shock! aku langsung masuk ke rumahnya dan ternyata dava sudah
terbaring dan sudah ditutupi kain kafan. Aku semakin sedih dan melihat
mamanya dava sedang menangis tersedu-sedu sambil memandang anaknya yang
sedang terbaring ditutupi kain kafan itu. Aku menghampiri mamanya dava
yang sedang menangis itu, dan mamanya dava langsung memeluk ku dan
berkata padaku “kata dava, kamu jangan sedih, jangan tangisi dava jika
dava telah pergi, kamu jangan terpuruk akan kepergian dava, kamu harus
lanjutin hidup kamu tanpa dava, kamu akan mendapatkan yang lebih baik
dari dava. Itu pesan dari dava sebelum dava menghembuskan nafasnya yang
terakhir.” Jelas mamanya dava
Dan ternyata firasatku itu benar, ternyata hari itu benar-benar hari
terakhir aku bertemu dava, hari terahir aku bersamanya, hari terakhir
aku memeluknya dan aku tak akan pernah melihatnya lagi, sekarang dava
sudah tidak ada, tak ada lagi sosok dava di hidupku, tak ada lagi yang
menemani hari-hari ku lagi, dava tak akan kembali lagi ke sisi ku
selamanya.
Beberapa bulan aku terpuruk akan kepergian sosok dava di hidupku,
karena minggu depan aku harus menjalani testing untuk masuk ke SMK N 1
TASIKMALAYA, aku terus belajar agar aku bisa masuk SMK 1, dan seharusnya
aku testing bersama dava karena kita dulu sudah sepakat ingin
melanjutkan sekolah ke SMK N 1 jurusan Multimedia, tapi sayang,
cita-cita kita berdua itu tak tercapai sepenuhnya, karena dava sudah
tidak ada.
Dan akhirnya aku lulus ke SMK N 1 jurusan Multimedia tanpa dava. Dan
sekarang aku sudah bisa hidup tanpa sosok dava di sisiku, namun dava
selalu ada di hatiku seperti bayangan, walaupun suatu hari nanti aku
dengan orang lain, tapi dava akan selalu ada dalam hatiku.
Cerpen Karangan: Resti Suci Wulandari