- Back to Home »
- Cerpen »
- Kado Istimewa
Suara tepuk tangan meriah bergemuruh memenuhi gedung mewah, saat
kakakku –kak Meisha- selesai menyanyikan sebuah lagu, suaranya yang
begitu indah, dan menggetarkan hati. Lagu yang dibawakannya adalah lagu
kesukaan almarhumah sahabatnya –kak Lily- setahuku kak Lily meninggal
karena kanker otak. Dia sering sekali bermain ke rumah kami yang
letaknya tak begitu jauh dari rumahnya, sekitar 2 blok. Tak jarang kami
temui kak Lily yang tiba-tiba pingsan, atau yang tiba-tiba batuk-batuk
dan muntah darah. Rambutnya yang panjang, hitam berkilau, lama-kelamaan
terus rontok. Di nafas terakhirnya rambutnya hanya tinggal beberapa
buah, bisa dihitung jumlahnya. Pada tanggal 5 Januari 2010 dia dipanggil
Yang Kuasa untuk bersama, berkumpul di atas sana. Dengan senyuman
terindahnya kak Lily pergi meninggalkan dunia untuk selama-lamanya
dengan tenang.
Ku tatap mata kakakku dalam-dalam, terlihat kesedihan yang begitu
mendalam. Ternyata benar, butiran air mata mulai keluar dari mata
kakakku, tak harus menunggu lama air mata telah membasahi pipinya yang
merah merona, dipeluknya boneka kesayangannya. Ia berlari kecil ke arah
kami –aku, mama, papa- sambil menyeka air mata, bibir tipisnya tak bisa
berhenti mengucapkan kata-kata yang mengungkapkan sebuah arti
kesedihannya yang begitu mendalam. Mama dan papa memeluknya.
Jujur aku iri pada kakakku, pintar dalam banyak bidang hal, cantik
pula, sabar. Tak seperti aku, aku berbeda dengan anak-anak yang lain,
mereka bisa bicara sepuasnya, menyanyi-nyanyi, menceritakan hal-hal
menarik. Sedangkan aku? Aku hanya bisa diam, tak bisa menyanyi,
bercerita, bicara saja tak bisa. Bisu kalau mereka bilang, dunia yang
sunyi tanpa suaraku sendiri, impian menjadi penyanyi gagal, betapa
pahitnya kenyataan.
Dulu saat umur kakakku menginjak 10 tahun persis, saat itu umurku
masih 5 tahun. Aku dan kakek pergi ke toko mainan untuk membeli hadiah
untuk kakakku. Sampai di sana aku memilih-milih banyak hadiah, tapi
tiba-tiba pandanganku menuju ke arah boneka beruang berwarna putih yang
sangat lucu, aku langsung tertarik dan membelinya. Secarik surat untuk
kakakku juga aku tempelkan di kaki boneka.
Telah tergenggam di tanganku sebuah bungkusan yang sangat rapi, ku
bayangkan kakakku yang gembira mendapat hadiah dariku. Tak sabar untuk
cepat-cepat sampai di rumah dan melihat wajah kakakku yang senang
mendapat hadiah yang ku berikan. Tapi… mengapa sepertinya perasaanku tak
enak, padahal aku merasa hari ini aku sangat bahagia. Keringat
bercucuran di dahiku, gemetaran, takut, entah apa yang akan terjadi
berikutnya. Kakek yang ternyata memperhatikanku semenjak tadi, bingung,
“Kamu kenapa nak? Kenapa gugup?” tanya kakek penuh wibawa, kakekku
keturunan bangsawan, karena itu kakek terlihat benar-benar berwibawa,
“tak apa kek, cuman perasaanku tak enak, ada apa ya kek?”
“lhoo memang ada apa? Dibuat santai saja ya” kata-kata kakek tak membuatku merasa baikan.
Aku memandangi bungkusan yang sedaritadi ku bawa, aku seperti tak ingin
melihat jalan. Aku hanya memandang sambil berharap tak terjadi apa-apa.
Tiba-tiba, tak kusangka, tak kuduga mobil yang kukendarai bersama
kakek berjalan tak menentu belok kesana kemari, aku bingung, gugup, aku
memejamkan mata sambil berdo’a semoga tak ada apa-apa. Ternyata ada oli
yang bocor di jalanan. Kakek tak bisa mengendalikan mobilnya. Mobil
berputar-putar tak menentu, kesana kemari, benar-benar liar. Dan
tiba-tiba…
Brukk…
Aku tak merasakan apa-apa… kepalaku pusing, kakiku sangattt sakitt…. ku
berusaha berteriak tapi sepertinya aku berada di ruang hampa, hanya ada
aku, aku saja, sendirian. Tubuhku terangkat kemudian melayang-layang tak
tentu arah…
Aku jatuh di hamparan rumput-rumput tinggi, tingginya lebih tinggi
dari ubun kepalaku. Dengan perlahan aku menyusuri jalan yang tertutup
rumput tinggi. Terlihat sesosok gadis yang sepertinya ku kenal, kak
Lily? Aku berteriak memanggilnya, dia menoleh dan hanya tersenyum manis
kepadaku, kemudian kembali membuang muka ke lain arah. Aku berlari kecil
ke arahnya, tiba-tiba dia hilang. Aku benar-benar takut, dan bingung.
Apa ini hanya mimpi?
Sayup-sayup ku mendengar kata ‘bisu’ apa itu bisu? Aku tak mengerti
–karena umurku masih 5 tahun, aku belum mengerti- aku ingin bangun dari
mimpi kelam ini, dan pergi sejauh-jauhnya. Tapi kantuk berat seperti
menempel dan tak mau lepas dari mataku, terus ku melawan, terus… ku
berusaha membuka mata. Akhirnya kantuk beratku pergi, rasanya senang
dapat mengalahkan rasa kantukku yang berat.
Terlihat 3 orang berpakaian dokter memeriksa mulutku, aku ingin
bertanya, loh? Ini kenapa aku tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun,
apakah ini yang disebut bisu? Ingin ku berteriak sekeras-kerasnya, ingin
ku bernyanyi, tapi sepertinya sia-sia saja…
Seorang dokter melihatku berusaha mengeluarkan kata, menatapku penuh
iba, “nak… percuma saja kamu berusaha, kamu tak akan bisa bicara lagi,
dan… kakekmu… nyawanya tak bisa di selamatkan lagi”
Aku menangis sejadi-jadinya, siapa yang akan menemaniku disaat aku
sendirian? Siapa yang akan membacakanku dongeng? Siapa yang akan
membantu mengatasi masalahku? Siapa yang akan menghiburku? Dunia ini
sangat sunyi tanpa suaraku sendiri, tak akan pernah terdengar senandung
lembut keluar dari bibir ini. Kenyataan ini begitu pahit… pahit sekali…
susah untuk diterima. Impianku menjadi penyanyi terkenal hancur begitu
saja. Tak akan kudapati lagi di sore hari kakek dan nenek sambil
bersenandung duduk bersama menikmati jelang petang. Tak akan kudapati
lagi nenek yang sebahagia dulu.
Sampai sekarang kakak selalu membawa boneka itu kemanapun ia pergi.
Boneka itu seperti bagian dari hidupnya, selalu di tangan kakakku. Walau
dia akan menginjak masa dewasanya boneka itu akan selalu ada di
tangannya bagaimanapun juga…
Sekarang kakak sudah memasuki masa dewasanya, kakakku sudah duduk di
bangku SMA, SMA impianku, SMA yang sangat aku impi-impikan dari dulu,
SMA di singapore, kakak mendapat beasiswa bersekolah di Singapore sampai
lulus kuliah. Inginnya ku begitu, tapi apa daya tangan tak sampai.
Di sore hari yang hangat ini, ku buka laptopku, entah kenapa aku sangat
bersemangat, ternyata ada e-mail dari kakakku yang isinya:
Dear Angel
Hay angel, bagaimana keadaanmu dan papa mama? Semoga baik yaa… kakak
disini juga baik kok, eh kakak punya foto nanti kamu tunjukin ke mama
papa yaa…
Makasih angel
Kakakmu tersayang,
Meisha
Aku tersenyum bahagia melihat foto kakakku yang cantik, dengan gaun,
tergantung trophy di lehernya, tangan kirinya memegang sertifikat,
sebuah piala yang amat besar berdiri tegak di depan kakinya, di tangan
kanannya sebuah boneka hadiah ulang tahunnya yang ke 10 ia pegang erat.
Cerpen Karangan: Fatiimah Rizqi Salam. H